TINGKAT KEPUASAN
KERJA KARYAWAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan yang
semakin pesat pada dewasa ini, terutama bidang teknologi, telah mengakibatkan
menurunnya prosentase penggunaan tenaga manusia dalam bidang industri. Dengan diketemukannya
mesin-mesin serta penggunaannya dalam industri telah mendesak fungsi dari
tenaga manusia di dalam kerja. Sekalipun demikian, tenaga manusia masih tetap
memegang peranan yang cukup penting. Betapapun sempurnanya peralatan kerja,
tanpa adanya manusia sekalipun hanya sederhana, katakanlah hanya sebagai
penekan tombol untuk menjalankan mesin, maka pabrik tersebut tiada artinya,
tidak ubahnya seperti seonggok besi tua yang tak berguna.
Kepuasan kerja merupakan topik yang
sangat popular di kalangan ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini
terbukti hampor 20 tahun terakhir ini para ahli tersebut mengadakan
penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja karyawan yang bekerja di
industri-industri besar. Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan
penting, karena terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan individu,
industri, dan masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan
sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan
kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja
dilakukan dalam rangka peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui
perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Dilihat dari segi masyarakat,
tentunya akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya
nilai manusia di dalam konteks pekerjaan.
Seringkali cara-cara yang ditempuh
pihak manajemen untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan cara
menaikkan gaji atau upah kerja. Menurut pendapat mereka gaji merupakan faktor
utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah, sebab
dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari.
Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk
mencapai kepuasan kerja. Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji
yang cukup tinggi tetapi masih banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak
senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena
kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang
bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian dari kepuasan kerja?
2. Adakah
teori-teori yang membahas tentang kepuasan kerja karyawan?
3. Apakah
faktor-faktor yang menentukan tentang tingkat kepuasan kerja karyawan?
C. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut pendapat Louis A. Allen
(dalam Moh As’ad: 2008), menjelaskan pentingnya unsur manusia dalam menjalankan
roda industri yang menekankan bahwa betapapun sempurnanya rencana-rencana,
organisasi, dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan
mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapai. Faktor manusia cukup
berperanan dalam mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan perusahaan.
Memberikan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi para karyawan merupakan
kewajiban bagi setiap pimpinan perusahaan. Sedangkan Wexley & Yukl (1977)
menerangkan mengenai kepuasan kerja, yaitu sebagai perasaan seseorang terhadap
pekerjaan.
Kepuasan kerja juga dapat diartikan
sebagai penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Hoppeck: 1964). Penjelasan lain yang
mendukung juga dikemukakan oleh Tiffin (1958), yang mengetengahkan bahwa
kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap
pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesame karyawan.
Lebih lanjut, Bum (1956)
mendefinisikan kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari
beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan
hubungan sosial individual di luar kerja.
Dari batasan-batasan mengenai
kepuasan kerja di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan
kerja semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia
dengan lingkungan kerjanya. Jadi determinasi kepuasan kerja meliputi perbedaan
individu maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu, perasaan orang
terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap
pekerjaan.
D. Teori tentang Kepuasan Kerja
Menurut Wexley & Yukl (1977),
mengemukakan teori-teori kepuasan kerja ada tiga macam, yaitu:
1. Discrepancy
Theory
Teori
ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961), yang mengukur kepuasan kerja
seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan. Sedangkan Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang bergantung kepada apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah
diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian orang akan merasa
puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas
kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Apabila
yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan
menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang
dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negatif discrepancy,
maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
2. Equity
Theory
Teori
ini dikembangkan oleh Adams (1963). Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan
merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan
atau tidak atas situasi. Perasaan keadilan dan ketidakadilan atas suatu
situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
Menurut
teori ini, elemen-elemen dari keadilan ada tiga, yaitu input, out comes,
comparison person, dan equity-inequity. Input merupakan segala sesuatuyang
berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Out
comes adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai
hasil dari pekerjaannya, seperti misalnya: pay,
fringe benefits, status symbols, recognition, opportunity for achievement or
self-expression. Sedangkan yang dimaksud dengan comparison persons adalah
kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-out comes yang dimilikinya.
Comparison person ini bisa berupa
seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan
dirinya sendiri di waktu lampau.
Berdasar
teori di atas, setiap karyawan akan membandingkan ratio input-out comes dirinya
dengan ratio input-out comes orang lain. Bila perbandingan itu dianggapnya
cukup adil, maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang
tetapi menguntungkan, bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak
(misalnya pada orang yang moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang
dan merugikan akan timbul ketidakpuasan.
3. Two
Factor Theory
Prinsip
dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itumerupakan
dua hal yang berbeda (Herzberg: 1966). Artinya kepuasan kerja dan ketidakpuasan
terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini
berdasar hasil penelitian yang membagi situasi yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok
motivator (satisfier)
Faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: archievement, recognition, work it self,
responsibility and advancement. Dikatakan bahwa hadirnya faktor ini akan
menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu
mengakibatkan ketidakpuasan.
b. Hygiene
factors (dissatisfier)
Faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari: company
policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal
relations, working condition, job security dan status (Wexley&Jukl:
1977). Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia
bukan sumber kepuasan kerja.
Menurut teori ini, perbaikan gaji dan kondisi kerja
tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan kerja.
Selanjutnya oleh Herzberg, diterangkan bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik
dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini
kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic
factor, job content, dan motivator.
Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk dissatisfier adalah extrinsic
factor, job content dan hygiene
factor. Dalam perkembangan selanjutnya satisfier dan dissatisfier ini
dipasangkan dengan teori motivasi dari Maslow. Pada satisfier berhubungan
dengan higher order needs (sosial needs dan self actualization needs),
sedangkan pada dissatisfier disebutkan sebagai tempat pemenuhan lower order
needs.
Teori ini cukup menarik justru terletak pada konsep
dasar yang diletakkan tentang pemisahan kerja dan ketidakpuasan, karena
dianggap kontroversil dengan asumsi dasar yang selalu dipakai selama ini.
Itulah sebabnya teori ini banyak sekali mendapat perhatian dan tanggapan dari
para ahli, baik yanhg menyokong maupun yang mengkritiknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mills (1967), dimana ia
mengulangi penelitian Herzberg terhadap 155 orang karyawan dari dua buah pabrik
besar di Australia. Sampel tersebut terdiri dari berbagai tingkatan umur,
kebangsaan, lama dinas, dan macam jabatan. Hasilnya seratus persen mendukung
teori dua faktor tersebut. Walaupun banyak ahli yang mendukung teori ini,
tetapi banyak pula yang memberikan kritik. Adapun isi kritik mereka itu
terutama adalah:
1)
Teori dua faktor itu bersifat method bound
(terikat kepada metodenya) sehingga bila diuji dengan metode yang berbeda, maka
hasilnya akan berubah. Bahkan Davis (1972) berkomentar bahwa teori dua faktor
itu terlalu mudah dibuktikan apabila mempergunakan metode Herzberg.
2)
Sudah menjadi kecenderungan orang untuk
menyalahkan situasi di luar dirinya sebagai sumber ketidakpuasan, dan
kecenderungan untuk mengklaim bahwa hal-hal yang sukses dan menyenangkan adalah
berasal dari dirinya sendiri.
3)
Metode yang digunakan oleh Herzberg
tidak mengungkapkan hal-hal yang ditekan oleh individu.
4)
Suatu kondisi kerja itu dapat menjadi
satisfiers, dissatisfier tergantung dari komparasinya dengan orang lain.
5)
Menurut Locke (1969), bila seseorang
mengalami kegagalan walaupun kegagalan itu di bidang yang termasuk satisfiers,
tentu orang yang bersangkutan akan merasakan ketidakpuasan juga.
Dari ketiga teori di
atas, pemilihan atas teori mana yang akan dipakai adalah tergantung kepada
tujuan pemakaiannya. Apabila orang akan mencari aspek-aspek pekerjaan yang
merupakan sumber kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja di suatu tempat, maka
teori dua faktor merupakan pilihan yang lebih tepat. Apabila orang ingin
mengetahui kepuasan terhadap golongan gaji atau pangkat, mungkin equity theory
akan lebih relevan. Dan apabila orang akan memprediksi efek dari kepuasan
kerja, maka discrepancy theory akan lebih cocok, karena mencerminkan konsep
tingkah laku yang multiple determinism.
Unsur what should be dalam discrepancy theory sebenarnya ditentukan oleh
interaksi antara personality characteristics
dengan situasional variables
(misalnya lingkungan kerja).
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja
Banyak
orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama untuk menimbulkan
kepusan kerja. Sampai taraf tertentu hal ini memang bisa diterima, terutama
dalam suatu negara yang sedang berkembang di mana mata uang merupakan kebutuhan
pokok sehari-hari. Akan tetapi apabila masyarakat sudah dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah ini tidak atau bukan faktor
yang utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia yang dikemukakan oleh
Maslow, maka upah atau gaji termasuk pada kebutuhan dasar.
Good
Watson mengemukakan bahwa dengan memberikan gaji yang cukup tinggi belum tentu
menjamin adanya kepuasan kerja bagi karyawan. Jadi gaji atau upah bukanlah
satu-satunya faktor yang dapat menimbulkan kepuasan bagi seseorang seperti yang
telah disinggung oleh Herzberg dengan two factor theory, ternyata gaji termasuk
dala kelompok yang dissatisfiers.
Harold
E Burt menerangkan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja, antara lain:
1. Faktor
hubungan antar karyawan
a. Hubungan
antara manager dengan karyawan
b. Faktor
fisik dan kondisi kerja
c. Hubungan
sosial di antara karyawan
d. Sugesti
dari temen sekerja
e. Emosi
dan situasi kerja
2. Faktor
individual
a. Sikap
orang terhadap pekerjaannya
b. Umur
orang sewaktu bekerja
c. Jenis
kelamin
3. Faktor-faktor
luar
a. Keadaan
keluarga karyawan
b. Rekreasi
c. Pendidikan
(training, up grading)
Pendapat yang lain dikemukakan
oleh Ghiselli&Brown (1950), adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja, yaitu:
1. Kedudukan
(posisi)
Umumnya manusia
beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan
merasa lebih puas dari pada mereka yang mereka yang bekerja pada pekerjaan yang
lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak
selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang
mempengaruhi kerja.
2. Pangkat
(golongan)
Pada pekerjaan yang
mendasar perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan
kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah,
maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan
terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaanya.
3. Umur
Dinyatakan bahwa ada
hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di anatara 25 tahun
sampai 34 tahun, dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang
bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4. Jaminan
Finansial dan Jaminan Sosial
Masalah financial dan
jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5. Mutu
Pengawasan
Hubungan antara
karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting, artinya dalam menaikkan
produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.
Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang dalam peranannya memberikan kepuasan
kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing. Faktor-faktor yang
memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956), sebagai berkut:
1. Faktor
individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan.
2. Faktor
sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan
kemasyarakatan.
3. Faktor
utama dalam pekerjaan, meliputi uah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi
kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap
kecakapan, hubungan sosial did ala pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan
konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil, baik yang menyangkut pribadi
maupun tugas.
Berbeda
dengan pendapat Blum, ada pendapat lain dari Gilmer (1966) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:
1.
Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja
Faktor ini sering
disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun
wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja.
3. Gaji
Gaji lebih banyak
menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya
dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4.
Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan
manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang
stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
5.
Pengawasan
Bagi karyawan,
supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang
buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
6.
Faktor instrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada
pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta
kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7.
Kondisi kerja
Termasuk di sini adalah
kondisi tempat, vertilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
8.
Aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan salah satu
sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang
puas atau tidaknya dalam bekerja.
9.
Komunikasi
Komunikasi yang lancar
antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai
jabatannya. Adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit,
cuti, asuransi kesehatan, kendaraan dinas, dana pensiun, atau perumahan,
merupakan standar suatu jabatan tertentu, dan apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas.
Berdasarkan berbagai
pendapat yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1.
Faktor psikologis, berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap
terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan.
2.
Faktor sosial, berhubungan dengan
interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan
yang berbeda jenis pekerjaannya.
3.
Faktor fisik, berhubungan dengan kondisi
fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja, waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
suhu, penerangan, kondisi kesehatan, umur, dan sebagainya.
4.
Faktor finansial, berhubungan dengan
jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial, tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
F. Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan makalah di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Kepuasan kerja merupakan perasaan
seseorang terhadap pekerjaan yang berarti melihat kepuasan kerja itu sebagai
hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya.
2.
Pemilihan atas teori mana yang akan
dipakai mengenai kepuasan kerja adalah tergantung kepada tujuan pemakaiannya.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan, yaitu dapat dilihat dari segi psikologis, sosial, fisik, dan
finansial.
DAFTAR
PUSTAKA
Moh
As’ad, 2008. Psikologi Industri. Yogyakarta:
Liberty.
0 komentar:
Posting Komentar