RSS
Container Icon

Stres dan Frustasi


BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang Masalah

              Stres dan frustasi merupakan fenomena psikofisik, yang dapat dialami oleh setiap orang, baik oleh bayi, anak-anak remaja maupun orang dewasa. Demikian halnya sebagai seorang konselor tentunya juga pernah mengalami stres dan frustasi yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Oleh karena itu seorang konselor harus dapat memahami perlunya pengetahuan dalam manajemen stres dan frustasi dalam upaya pengembangan diri kepribadiannya.

Hambatan yang dialami konselor ternyata juga sering mengalami stres dan frustasi, selain terwujud dalam berbagai macam penyakit, dapat pula terungkap melalui ketidak mampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga menderita gangguan kecemasan, depresi dan gangguan psikosomatik. Penderitaan fisik atau psikis menyebabkan kepribadian konselor tak dapat berfungsi secara wajar, tak mampu menyelesaikan masalah klien, dan sering menjadi masalah bagi lingkungannya (di rumah, di tempat kerja atau lingkungan sosial lain), yang merupakan akibat dari stres yang berkelanjutan. Stres membuat keadaan tubuh konselor terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut, maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut. Stres dan frustasi juga bisa terjadi tatkala konselor mengeluhkan keadaan ekonomi, masalah keluarga, masalah klien, dan sebagainya.
            Pengelolaan stress dan frustasi dalam keadaan hidup yang terus-menerus dan berhari-hari, mungkin atau bahkan sering mendapati suasana yang membosankan dan menjemukan bagi konselor. Pada mulanya pasti menganggap itu hanya perasaan yang sepintas saja. Tahukah jika stress dan frustasi dapat mengakibatkan hal yang fatal? Sebagai seorang konselor, frustasi juga sangat erat hubungannya dengan stres oleh karenanya konselor perlu mengetahui implikasi dari frustasi, dan stres. Dalam gangguan stres dan frustasi  ini konselor harus mengerti betul apa yang akan dipelajari, bagaimana pemahamannya terhadap gangguan-gangguan ini serta bagaimana caranya agar dapat mengelolanya dengan baik

B.   Perumusan Masalah
              Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Bagaimanakah konsep dari stres?
2.         Bagaimanakah konsep dari frustasi?
3.         Bagamanakah cara mengelola stress dan frustasi bagi seorang konselor?

C.   Tujuan Penulisan
              Penulisan makalah ini mempunyai tujuan, yaitu:
       1.    Untuk mengetahui konsep dari stres?
2.    Untuk mengetahui konsep dari frustasi?
3.    Untuk mengetahui cara mengelola stress dan frustasi bagi seorang konselor?


BAB  II
PEMBAHASAN


A.   Konsep Stres
1.    Pengertian Stres
              Stres yaitu sebagai pengalaman emosional yang negatif yang di sertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untukmengubah peristiwa setres tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknya (Andhy Irawan, 2011).
              Menurut Ray Woofed (Abin Samsudin, 2001), stress adalah suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan).
              Sedangkan Dadang Hawari (Syamsu Yusuf, 2010) berpendapat bahwa stress merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya.
              Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.
2.    Tahapan Stres
              Menurut Selye (Andhy Irawan, 2011), stres merujuk pada suatu reaksi yang kompleks di pihak organisme terhadap pengaruh atau dampak non-spesifik dari lingkungan (pengaruh atau dampak itu dinamakan “stresor” atau “stimulus”). Sesuai dengan berat ringannya stres dan lama-singkatnya stres berlangsung, tubuh menanggapinya dalam tiga tahap, antara lain:
       a.     Tahap reaksi peringatan (alarm)
                            Tanggapan ini berfungsi untuk mengerahkan sumber daya tubuh melawan stres. Pada awal tanggapan terhadap bahaya itu, untuk sesaat reaksi tubuh turun di bawah normal. Misalnya, tekanan darah, detak jantung, pernapasan berkurang. 
       b.    Tahap adaptasi (resistensi)
              Gejala-gejala yang semula menghilang, terjadi penyesuaian dengan perubahan lingkungan, dan bersangkutan dengan ini terciptalah suatu peninggian “daya tahan”. Dampak stresor atas organisme berkurang atau dinetralisasi. Tubuh tidak banyak menunjukkan gejala-gejala stres, seolah-olah biasa saja. Tetapi tubuh yang sudah menahan stres itu menjadi lemah jika menghadapi stres baru, sehingga mudah terkena penyakit
c.     Tahap kelelahan (exhaustion)
              Cadangan adaptasi yang tersedia dalam organisme telah terpakai habis. Sekarang timbul penyakit misalnya hipertensi, tukak lambung, encok, asthma, reaksi allergi, penyakit jantung dan disebut sebagai penyakit adaptasi.
3.    Faktor-Faktor Stres
              Faktor-faktor dari stres itu ada tiga, yaitu:
a.         Faktor Biologis.
Faktor ini juga terbagi kedalam beberapa tipe, yaitu:
1)        Faktor Biologis
Stressor biologi meliputi faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makan , postur tubuh, kelelahan, penyakit, dan lain-lain.
              2)    Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang diduga memicu setres, antara lain: persepsi, perasaan dan emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku (behavior), keluarga, lingkungan, dunia kerja.
              3)    Faktor Lingkungan
            Faktor ini meliputi lingkungan fisik, biotik dan sosial. Masing-masing lingkungan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Lingkungan Fisik, seperti: cuaca (sangat panas atau dingin), peristiwa alam (gempa bumi, banjir, angin topan, longsor), suasana gedung tempat bekerja yang tidak nyaman.
a)      Lingkungan Biotik,  seperti: Lingkungan yang di sekitarnya hewan pemangsa (Predator) bagi makhluk lainnya. 
b)    Lingkungan sosial, menjadi sumber setres manusia pada dasarnya adalah manusia itu sendiri (kehidupan sosial yang lebih luas).

B.   Konsep Frustasi
1.    Pengertian Frustasi
              Frustrasi, dari bahasa Latin frustratio, adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan. Rasa frustrasi bisa menjurus ke stres.
              Menurut Daradjat Zakiah (Andhy Irawan, 2011), frustasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat adanya halangan/rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut.  
              Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2010: 166) mengatakan bahwa frustasi merupakan kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan.
Dapat disimpulakan, frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa kecewa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
2.   Gejala-Gejala Frustasi     
    a. Meremehkan pekerjaan orang lain tanpa bisa membuktikan memang bisa dari pekerjaan yang diremehkan tersebut.
       b.  Meremahkan keahlian orang lain tanpa bisa membuktikan memang benar-              benarahli dari orang yang di remehkan keahliannya.
   c. Menggurusi orang lain di luar dari kapasitasnya sehingga dia terlupa untuk meninggkatkan diri.
    d. Terlalu mengasihi diri sendiri sehingga tidak pernah ada jalan keluar dari semua masalah yang menimpanya.

3.    Faktor-Faktor Frustasi
a.  Frustasi lingkungan
        Frustasi yang disebabkan oleh halangan/rintangan yang terdapat dalam lingkungan.    
a.    Frustasi Pribadi
    Frutasi yang tumbuh dari ketidakpuasan seseorang dalam mencapai tujuan dengan perkataan lain frustasi pribadi ini terjadi karena adanya perbedaan antara tingkatan aspirasi dengan tingkatan kemampuannya.
b.    Frustasi konflik
        Frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang .

C.   Pengelolaan Stres dan Frustasi
              Pengelolaan stress dan frustasi disebut juga dengan istilah coping. Menurut R.S Lazarus dan Folkman (Syamsu Yusuf, 2010), coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban kerena di luar kemampuan diri konselor. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis untuk mengelola, seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau meminimalkan tuntutan internal dan eksternal serta konflik diantaranya.
1.    Proses Pengelolaan (Coping)
       a.  Dukungan Sosial
       Dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan atau pertolongan terhadap konselor yang mengalami stress dan frustasi, berasal dari orang lain yang memiliki hubungan dekat, seperti saudara atau teman. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Rietschlin (Syamsu Yusuf, 2010), yaitu sebagai pemberian informasi dari orang lain yang dicintai atau mempunyai kepedulian, dan memiliki jaringan komunikasi atau kedekatan hubungan, seperti orangtua, suami/istri, teman, dan orang-orang yang aktif dalam lembaga keagamaan.  
         Pendapat Hause (Syamsu Yusuf, 2010), mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki empat fungsi, yaitu:

 
a.  Emotional Support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian.
b. Appraisal Support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi.
c.  Information Support, yang meliputi nasihat dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
       b.  Kepribadian
                 1)    Ketabahan dan Daya Tahan (Hardiness)
                 Tipe kepribadian yang ditandai dengan tiga karakteristik, antara lain:
a)    Commitment, yaitu keyakinan seseorang tentang apa yang seharusnya dia lakukan, seperti keterlibatannya dalam kehidupannya di lingkungan keluarga, lingkungan kerja, dan lembaga sosial.
b)   Internal Locus Control, yaitu dimensi kepribadian tentang keyakinan atau persepsi seseorang bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya disebabkan oleh faktor internal dari dirinya sendiri.
c)    Challenge, yaitu kecenderungan persepsi seseorang terhadap situasi, atau tuntutan yang sulit atau mengancam sebagai suatu tantangan, (peluang) yang harus dihadapi.
            2)  Optimisme
            Suatu kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik. Sikap optimisme memungkinkan seseorang dapat mengurangi stress secara lebih efektif, dan dapat mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit.
            3)  Humoris
            Orang yang senang humor cenderung lebih toleran dalam menghadapi situasi stres dan frustasi daripada orang yang tidak senang humor, seperti bersikap kaku, dingin, pemurung, atau pemarah. Dixon (1980) mengemukakan bahwa humor, joke, atau ketawa dapat berfungsi sebagai upaya untuk menilai kembali situasi stress dengan cara yang kurang mengancam dan dapat melepaskan emosi-emosi negatif yang terpendam.
2.    Pengelolaan Konstruktif
              Pengelolaan stres dan frustasi yang sehat (konstruktif) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Menghadapi masalah secara langsung, mengevaluasi alternative secara rasional dalam upaya memecahkan masalah tersebut.
b.    Menilai atau mempersepsi situasi stress didasarkan kepada pertimbangan yang rasional.
c.    Mengendalikan diri dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
d.   Menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1)        Rational Emotif Therapy
         Suatu pendekatan terapi yang memfkuskan kepada upaya untuk mengubah pola pikir yang irasional sehingga dapat mengurangi gangguan emosi atau perilaku yang maladaptif. Pikiran irasional itu seperti berikut ini:
a)      Saya harus dicintai atau dikasih sayangi oleh semua orang.
b)      Saya harus tampil sempurna dalam setiap keadaan.
c)      Orang lain harus memperlakukan saya dengan baik.
d)     Segala sesuatu harus berlangsung sesuai dengan cara yang saya senangi.
   Seorang konselor yang memiliki pikiran irasional seperti di atas akan rentan stress dan frustasi, sebab suasana kehidupan nyata sangat berbeda dengan apa yang dia inginkan.
2)        Meditasi
                        Menurut Weiten (Syamsu Yusuf, 2010), meditasi merupakan latihan mental  untuk memfokuskan kesadaran atau perhatian dengan cara yang nonanalitis. Meditasi dewasa ini sudah banyak digunakan orang sebagai metode untuk mengatasi stress dan frustasi. Pendekatan meditasi ini banyak bentuknya, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat meliputi: Yoga, Zen, dan Transcendental. Ketiga bentuk pendekatan meditasi tersebut berakar dari agama Hindu, Budha, dan Tao. Meditasi ini merupakan latihan disiplin mental yang dapat  dipraktekkan dalam dua kali sehari selama 20 menit. Melalui meditasi ini seseorang dapat meredam atau mereduksi kekalutan emosinya.
         Sebagai contoh, disini dikemukakan teknik transcendental, yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
a)      Duduk dalam posisi yang menyenangkan dengan mata tertutup.
b)      Secara penuh konsentrasi membaca mantra, doa, atau dzikir.
1)        Relaksasi
         Menurut penelitian para ahli, seperti lehre dan Wook dan Woolfolk (Syamsu Yusuf, 2010), relaksasi dapat mengatasi kekalutan emosi dan mereduksi masalah fisiologis (gangguan atau penyakit fisik). Herbert Benson, seorang ahli kardiologi di Sekolah Kesehatan Harvard (Syamsu Yusuf, 2010), mengemukakan langkah-langkah relaksasi, yaitu sebagai berikut:
a)      Duduklah dengan tenang dalam posisi yang nyaman.
b)      Tutuplah mata
c)      Buatlah rileks semua otot-otot, mulai dari kaki sampai ke wajah.
d)     Bernafaslah melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut. Setelah mengeluarkan nafas melalui mulut, katakana “satu” dan seterusnya secara berulang-ulang.
e)      Lakukanlah relaksasi itu selama 10 sampai 20 menit.
2)      Mengamalkan Ajaran Agama
         Kualitas keimanan seorang konselor tampak dari caranya beribadah kepada Tuhan. Seorang konselor yang taat beribadah dan memahami makna substansi ibadah tersebut, maka ia akan memiliki sifat-sifat pribadi yang positif (berakhlak mulia), sehingga dia mampu mengelola hidup dan kehidupannya (baik dalam tataran personal maupun sosial) secara sehat, wajar, normatif, bermanfaat, atau bermakna. Dia memiliki komitmen yang kuat untuk senantiasa mewujudkan nilai pribadinya sehingga mampu menghadapi stress dan frustasi secara positif dan konstruktif.

BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
              Dari penjelasan makalah di atas, dapat kami simpulkan bahwa:
1.        Stres merupakan perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.
2.        Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa kecewa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
3.        Pengelolaan Stres (Coping) terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis untuk mengelola, seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau meminimalkan tuntutan internal dan eksternal serta konflik

B.   Saran
              Penulis memberikan saran kepada konselor atau calon konselor dalam upaya pengembangan kepribadiannya, antara lain sebagai berikut:
1.    Diharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik dan selalu mengembangkannya sehingga dapat mendukung dalam melayani klien secara baik pula.
2.    Konselor dan calon konselor diharapkan dapat mengelola dirinya dalam hal manajemen stress dan frustasi sehingga dapat mengatasinya secara baik dan bijaksana.
3.    Setelah konselor dapat mengelola stress dan frustasi pada dirinya secara baik, diharapkan dapat membantu klien mengatasi permasalahan yang sama.


DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Andhy. 2011. Manajemen Stres. http: //andhy-brenjenk.blogspot.com. Diunduh 5 November 2013, Jam 14.35 WIB.

       Syamsudin, Abin. (2001) Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurisan. (2010) Landasan Bimbingan dan Konseling Bandung: Remaja Rosdakarya.


 
 



 
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar